Jumat, 15 Oktober 2010

Sedekah Tukang Becak

Memberi itu tidak hanya terbatas pada harta. Memberi manfaat kepada orang lain dengan tenaga, pikiran, dan waktu adalah sesuatu yang tidak akan sia-sia. Energi dan jerih payah yang keluar akan ada gantinya yang lebih baik dari Allah Swt. Tentu saja ikhlas dan ridha menjadi syarat pula di sini. Sebab kebaikan apapun, jika tanpa dua hal itu tidak akan ada artinya di sisi Allah.

Rasulullah Saw pernah bersabda di hadapan para sahabat, “Setiap Muslim wajib bersedekah.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana bila ia tidak mempunyai apa-apa untuk disedekahkan?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia bekerja sehingga hasilnya dapat ia manfaatkan untuk dirinya dan dapat ia sedekahkan.” Sahabat kembali bertanya, “Bagaimana kalau ia tidak sanggup?” “Hendaklah ia membantu orang yang memerlukan bantuan,” jawab Beliau. (HR Bukhari)


Dalam buku “Menjadi Kaya dengan Sedekah”, diceritakan seorang tukang becak di Klaten, Jawa Tengah. Kasan nama tukang becak itu, yang menggratiskan semua penumpangnya setiap hari Jum’at.

Suatu hari, seorang ibu kaya datang dari kota ke desa tempat Kasan tinggal. Tanpa menawar, si ibu langsung naik ke atas becaknya. Tiba di tujuan, si ibu bertanya, “Berapa ongkosnya ?”

Kasan menjawab, “Maaf, Bu. Bukannya saya menolak uang ibu, tapi saya sudah bertekad untuk bersedekah dengan cara menggratiskan biaya tarikan becak setiap hari Jum’at. Kebetulan hari ini Jum’at, jadi Ibu tidak perlu membayar ongkos becak saya.”

Tanpa menunggu Tanya, Kasan berbalik mengayuh becaknya. Ia pergi. Sedang si ibu tinggal sendiri. Diam, seakan tak percaya. Namun kejadian yang baru sekejap berlalu itu seperti petir di siang hari yang menyambar kesadarannya. Maklum, selama ini si ibu memang tidak pernah bersedekah.

Merasa belum yakin, Jum’at berikutnya si Ibu kembali datang ke desa Kasan. Kali ini ia hanya ingin membuktikan kebenarannya “sedekah” si tukang becak tadi. Iapun sengaja menunjuk tempat yang lebih jauh. Dan ketika sampai, betul saja. Kasan mengungkapkan hal yang sama.

Si ibu yang makin penasaran, justru minta diantarkan ke rumah Kasan. Ia ingin sekali mengenal lebih dekat keluarganya. Dengan senang hati, Kasanpun mengayuh becaknya mengantarkan si ibu. Rumah Kasan sangat sederhana. Istrinya seorang yang berjilbab rapih, pertanda kalau ia seorang Muslimah yang shalihah. Dua orang anaknya masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
 
Dalam keharuan dan kekagumannya terhadap keluarga Kasan, si ibu berkata, “Saya malu dengan Mas Kasan. Selama ini saya tidak pernah bertemu dengan orang yang luar biasa seperti Mas. Mas hidup sederhana bahkan kekurangan, sedangkan saya hidup berkecukupan, bahkan berlebih, tetapi saya tidak pernah mengeluarkan sedekah.

Maka dengan ini, ijinkan saya untuk bersedekah atas hidayah Allah ini. Ijinkan saya untuk mengajak Mas Kasan sekeluarga untuk naik haji tahun ini dengan keluarga saya.”

Kisah ini, sungguh merupakan bukti atas kebenaran janji Allah. Bahwa yang kita berikan akan diganti dengan yang lebih baik. Dan baru yang terlihat di dunia. Sesuatu yang mungkin jauh dari bayangan dari seorang Kasan.

Reff. Tarbawi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar