Rabu, 29 September 2010

Kalajengking dan Pemabuk


Yusuf bin Al Husein bercerita, ketika ia pergi bersama Dzin Nun Al Mishri di tepi sebuah sungai, ia melihat seekor kalajengking besar. Di dekatnya muncul seekor katak yang juga besar. Kalajengking itu naik ke punggung katak yang kemudian menyeberang ke sisi sungai lain.

Dzin Nun mengatakan, “Kalajengking ini punya suatu keperluan, ayo kita ikuti dia !.” Kami lalu mengikuti kalajengking itu yang ternyata menghampiri seseorang yang sedang tidur dalam kondisi mabuk.

Kamis, 23 September 2010

Nenek Pemungut Daun

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.

Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya.


Di Atas Pasir Kucatat Semua Keburukan

Kisah di bawah ini, dengan berbagai versi, mungkin saja pernah Anda dengar atau Anda baca. Itu tidak jadi masalah. Yang pasti, saya tetap ingin menuliskannya untuk Anda, dengan harapan ada hikmah yang bisa kita petik bersama. Begini kisah selengkapnya.

Dua orang sahabat sedang melakukan perjalanan panjang di sebuah daerah berpadang pasir. Ketika mereka ngobrol sembari beristirahat, lahirlah perbedaan pendapat yang berujung pada perasaan kesal. Rupanya saking kesalnya si A terhadap si B, tanpa terkontrol akhirnya si A menampar pipi si B.

Selasa, 21 September 2010

Kisah Pohon Apel


Suatu masa, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar. Seorang kanak-kanak lelaki sangat suka bermain-main di sekitar pohon apel ini. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas hatinya, dan ada kalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.

Masa berlalu, anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-main di sekitarku," ajak pohon apel itu." Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi suka bermain dengan engkau," jawab remaja itu." Aku mau mainan. Aku perlu uang untuk membelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih. Lalu pohon apel itu berkata, "Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli mainan yang kau inginkan."



Senin, 20 September 2010

Kisah Sesendok Madu

Ada sebuah kisah simbolik yang cukup menarik untuk kita simak. Kisah ini adalah kisah tentang seorang raja dan sesendok madu. Alkisah, pada suatu ketika seorang raja ingin menguji kesadaran warganya. Raja memerintahkan agar setiap orang, pada suatu malam yang telah ditetapkan, membawa sesendok madu untuk dituangkan dalam sebuah bejana yang telah disediakan di puncak bukit ditengah kota. Seluruh warga kota pun memahami benar perintah tersebut dan menyatakan kesediaan mereka untuk melaksanakannya.


Tamu Kita Telah Pergi

Saudaraku,
Bulan Ramadhan sama dengan tamu mulia. Renungkanlah betapa besar nikmat dan karunia Allah Swt yang amat agung dan mulia itu untuk kita. Karena Allah yang telah memilih kita sebagai hamba yang menerima tamu mulia Ramadhan dan hidup bersama dengannya selama satu bulan. Tapi kemudian, tamu itu kini telah pergi….

Masih ingatkah kita dengan hari-hari Ramadhan ?
Saat kita mengikuti rihlah ubudiyah (perjalanan ibadah) satu bulan lamanya bersama Allah Swt di bulan itu. Menapaki hari demi hari yang nyaris tak putus dengan ibadah. Melalui detik demi detik yang selalu saja semakin mendekatkan hati kepada Allah Swt. Bagaimana kondisi hati kita saat ini, Saudaraku ?

Sayap Cinta yang Tak Pernah Patah (Cerpen)


Dingin. Tak kurasakan aliran darah beredar dalam tubuhku. Hatiku sakit menerima akhir dari kenyataan yang sebenarnya. Pikiranku terus melayang mengingat seluruh rangkaian kejadian yang telah kualami. Tak kusangka, akhir dari semua ini membuat hatiku terasa teriris.

“Ya Allah, kenapa semuanya menjadi seperti ini? Berikanlah kepada hamba kekuatan untuk melewati semua ini dengan baik.”
Dengan lirih aku hanya dapat mengadu kepada Allah. Menyampaikan segala gundah gulana di hatiku. Tapi, aku percaya. Ini adalah jalan terbaik yang telah kutempuh. Allah telah memberikan yang terbaik untukku.

Tanpa sadar, kelenjar air mata di kelopak mata mulai merasakan impuls listrik dari rangsangan stimulus dari hatiku yang terdalam. Air mataku mulai mengucur deras menuruni bagian dagu wajahku. Sakit di hati membuat diriku terus terisak duduk sendiri di samping jendela bus yang kunaiki menuju Bandung.
***