Senin, 20 September 2010

Tamu Kita Telah Pergi

Saudaraku,
Bulan Ramadhan sama dengan tamu mulia. Renungkanlah betapa besar nikmat dan karunia Allah Swt yang amat agung dan mulia itu untuk kita. Karena Allah yang telah memilih kita sebagai hamba yang menerima tamu mulia Ramadhan dan hidup bersama dengannya selama satu bulan. Tapi kemudian, tamu itu kini telah pergi….

Masih ingatkah kita dengan hari-hari Ramadhan ?
Saat kita mengikuti rihlah ubudiyah (perjalanan ibadah) satu bulan lamanya bersama Allah Swt di bulan itu. Menapaki hari demi hari yang nyaris tak putus dengan ibadah. Melalui detik demi detik yang selalu saja semakin mendekatkan hati kepada Allah Swt. Bagaimana kondisi hati kita saat ini, Saudaraku ?

Mari mengukur-ukur sendiri perbandingan kondisi kita hari ini dengan hari-hari sebelum Ramadhan. Jika target dan tujuan puasa Ramadhan adalah, kita menjadi manusia bertakwa, maka seharusnya suasana kita hari ini adalah lebih baik daripada sebelum Ramadhan. Bandingkan bagaimana kondisi ibadah pada pekan-pekan sebelum Ramadhan dan usai Ramadhan. Apakah kita mengalami surut ibadah sehingga sama dengan kondisi ibadah sebelum Ramadhan ? Atau lebih baik ketimbang sebelum Ramadhan ?

Bersyukurlah jika kita menilai kondisi ibadah kita meningkat dan perasaan kita lebih dekat kepada Allah menjadi lebih baik setelah Ramadhan. Semoga Allah Swt benar-benar menerima amal-amal kita di bulan Ramadhan. Jika tidak, tak ada jawaban konkret yang paling penting dilakukan, kecuali meningkatkan kewaspadaan dan bermujahadah lebih keras untuk meraih kebaikan paska Ramadhan. Karena Ibnu Rajab mengatakan, “Orang bodoh adalah mereka yang meninggalkan Ramadhan, bersamaan dengan meninggalkan ibadah yang ada di bulan Ramadhan…” (Latha-if Al Ma’arif, 1/158)

Saudaraku,
Ternyata, Ramadhan mengajarkan bahwa melawan keinginan bermaksiat mempunyai kelezatan tersendiri dalam hati. Ternyata, Ramadhan meyakinkan kita bahwa memenangkan ketaatan kepada Allah Swt saat harus berhadapan dengan keinginan syahwat, menyusupkan kegembiraan dalam hati yang begitu menenangkan. Ternyata, tekad yang kuat dan keimanan yang tulus begitu memudahkan kita menjalani amal-amal ibadah yang begitu sulit kita jalani sebelum Ramadhan. Itulah salah satu tarbiyah yang kita peroleh selama bulan Ramadhan.

Saudaraku,
Mari, jangan tinggalkan kenikmatan dan kelezatan itu setelah kita usai menjalani bulan Ramadhan. Mari, jangan biarkan syaitan merenggut kembali kenikmatan dan kebahagiaan lahir batin yang sudah kita rasakan melalui ibadah di bulan Ramadhan. Syaitan pasti berusaha dengan cara apapun untuk menjerumuskan kita, menanamkan kembali rasa berat berkorban, rasa malas melakukan ketaatan, keinginan yang begitu kuat memenuhi syahwat. Mari, pelihara baik-baik pengalaman hati yang begitu berharga untuk menjadi bekal di hari-hari ini dan selanjutnya.

Saudaraku,
Jangan lupa teruskanlah amal-amal shalih itu setelah bulan Ramadhan. Teruskanlah keluarkan infaq di jalan Allah. Teruskanlah melakukan qiyam lail di hari-hari esok. Tetaplah jauhi apa yang Allah haramkan sejak hari ini. Jalin silaturahim yang baik dengan orang yang kita kenal dan yang tidak kita kenal. Tetaplah berpuasa sunnah.

Saudaraku,
Mari pejamkan mata. Tundukkanlah hati dan batin. Tenggelamkan semua perasaan kita di hadapan kemuliaan dan kuasa Allah yang tak ada batasnya. Bicaralah pada diri sendiri saudaraku. Apa yang sudah kita lakukan dalam hari-hari kemarin ?

Ya Allah, hiburlah kedukaan kami dari perpisahan dengan bulan Ramadhan. Jadikanlah kebaikan amal kami itu ada pada akhir hidup kami, dan jadikanlah hari terbaik kami adalah saat kami bertemu dengan-Mu. Maha suci Engkau ya Allah, dan dengan memujimu, kami bersaksi tidak ada tuhan kecuali Engkau, kami memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu.

(M. Lili Nur Aulia, Renungan Mutiara Hati di Bulan Suci)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar